RESENSI FILM: STREET FIGHTER: ASSASSIN'S FIST
Anda termasuk penggemar game fighting Street Fighter? Jika ya, tentunya sudah mengetahui jika serial video game populer ini sudah banyak diangkat ke layar kaca. Dari seri anime yang terbilang cukup sukses di negara asalnya, sampai film layar lebar yang cukup mengecewakan. Dibilang mengecewakan karena kebanyakan versi layar lebarnya digarap oleh produser Hollywood yang justru menghilangkan aura game legendaris ini. Lihat saja Street Fighter (1994) yang digarap Steven E. de Souza dan dibintangi Jean-Claude Van Damme. Selain tokoh utama yaitu Guile - dan bukan duo Ryu dan Ken - , aksi laga dalam film ini terkesan biasa saja.
Yang masih segar dalam ingatan adalah Street Fighter: The Legend of Chun-Li (2009) yang dibintangi oleh Kristin Kreuk. Penyuka serial Smallville tentu sudah mengenalinya sebagai Lana Lang. Aksi laga yang ditawarkan jauh lebih baik karena dibantu efek grafis masa kini. Namun film yang mengambil background cerita Chun-Li ini jalan ceritanya terbilang standar. Apalagi sudah terlalu banyak film laga yang menggunakan motif balas dendam tokoh utama sebagai inti cerita.
Nah, di bulan Mei 2014 ini sebuah film berjudul Street Fighter: Assassin's Fist (SFAF) akhirnya mengembalikan alur cerita Street Fighter ke asalnya. Film yang dikembangkan oleh Joey Ansah dan Christian Howard ini adalah proyek kelanjutan dari Street Fighter: Legacy, sebuah film indie pendek berdurasi tiga menit. Awalnya SFAF tidak dirilis di pasar mainstream karena hanya muncul dalam bentuk web series di situs Machinima dan Youtube sepanjang 12 episode. SFAF mengambil setting Street Fighter Zero dimana Ryu dan Ken sebagai tokoh utama.
SINOPSIS
Jepang tahun 1979, di sebuah dojo karate terpencil di wilayah Prefektur Wakayama, Gouken (Akira Koieyama) sang penerus yang sah dari aliran karate Ansatsuken (berarti: Tinju Pembunuh) sedang berlatih dengan murid semata wayangnya yaitu Ryu. Tak berapa lama datanglah Tuan Masters, seorang pengusaha bersama dengan anak laki-lakinya yaitu Ken Master. Ayah Ken mempercayakan anaknya pada Gouki karena perusahaannya sedang terpuruk. Ditambah lagi setelah kematian istrinya - yang juga sahabat baik Gouki - tidak mungkin baginya mengurus Ken yang tertutup dan manja.
Yang masih segar dalam ingatan adalah Street Fighter: The Legend of Chun-Li (2009) yang dibintangi oleh Kristin Kreuk. Penyuka serial Smallville tentu sudah mengenalinya sebagai Lana Lang. Aksi laga yang ditawarkan jauh lebih baik karena dibantu efek grafis masa kini. Namun film yang mengambil background cerita Chun-Li ini jalan ceritanya terbilang standar. Apalagi sudah terlalu banyak film laga yang menggunakan motif balas dendam tokoh utama sebagai inti cerita.
Nah, di bulan Mei 2014 ini sebuah film berjudul Street Fighter: Assassin's Fist (SFAF) akhirnya mengembalikan alur cerita Street Fighter ke asalnya. Film yang dikembangkan oleh Joey Ansah dan Christian Howard ini adalah proyek kelanjutan dari Street Fighter: Legacy, sebuah film indie pendek berdurasi tiga menit. Awalnya SFAF tidak dirilis di pasar mainstream karena hanya muncul dalam bentuk web series di situs Machinima dan Youtube sepanjang 12 episode. SFAF mengambil setting Street Fighter Zero dimana Ryu dan Ken sebagai tokoh utama.
SINOPSIS
Jepang tahun 1979, di sebuah dojo karate terpencil di wilayah Prefektur Wakayama, Gouken (Akira Koieyama) sang penerus yang sah dari aliran karate Ansatsuken (berarti: Tinju Pembunuh) sedang berlatih dengan murid semata wayangnya yaitu Ryu. Tak berapa lama datanglah Tuan Masters, seorang pengusaha bersama dengan anak laki-lakinya yaitu Ken Master. Ayah Ken mempercayakan anaknya pada Gouki karena perusahaannya sedang terpuruk. Ditambah lagi setelah kematian istrinya - yang juga sahabat baik Gouki - tidak mungkin baginya mengurus Ken yang tertutup dan manja.
Gouki bersedia menerima Ken sebagai muridnya untuk waktu yang tidak terbatas. Walau perkenalan awal dengan Ryu tidak begitu mulus, kedua anak itu akhirnya menjadi teman dekat sekaligus rival. Delapan tahun kemudian, setelah setiap hari diisi dengan berlatih dan berlatih, Ryu (Mike Moh) dan Ken (Christian Howard) sudah mendekati akhir latihan mereka. Mereka tidak sabar belajar tenaga “Hadou” yang merupakan jurus rahasia aliran Ansatsuken. Cemas akan kekuatan dahsyat jurus ini, Gouken menyuruh kedua muridnya menuju dojo Goutetsu, yang sebelumnya adalah tempat Gouken mendalami Ansatsuken saat masih muda.
Disanalah masa lalu Gouken terungkap. Gouken ternyata mempunyai adik kandung bernama Gouki yang bersama-sama belajar Ansatsuken pada Goutetsu. Sayang sekali, Gouki diusir oleh Goutetsu karena berambisi menguasai teknik terlarang “Satsui no Hadou” (berarti: niat jahat). Yakin bahwa Satsui no Hadou adalah jalan untuk memaksimalkan potensinya, Gouki memilih meninggalkan dojo, meninggalkan sang kekasih Sayaka, Gouki dan juga guru mereka. Gouki memilih jalan sebagai “Shin Oni” (berarti: iblis sejati) dengan menghilangkan rasa kemanusiaan dan tidak belajar apapun selain Satsui no Hadou. Walau kekuatannya luar biasa, dalam Ansatsuken teknik ini dilarang karena bisa merusak tubuh dan pikiran penggunanya.
Sementara itu setelah melalui latihan dan meditasi, Ryu dan Ken berhasil menemukan tenaga Hadou mereka. Namun tanpa diduga, Gouki tiba-tiba muncul di hadapan Gouken. Dia menantang kakaknya bertarung sampai mati demi mendapatkan gelar Master Ansatsuken. Demi melindungi kedua muridnya, Gouken menerima tantangan Gouki untuk bertarung di kemudian hari jika saatnya tepat. Kini Ryu dan Ken mengetahui jika Gouki-lah yang telah membunuh Goutetsu dengan “Shun Goku Satsu” (berarti: Iblis Mengamuk), yaitu teknik tertinggi namun mengerikan bagi pengguna Satsui no Hadou.
Saat Ryu dan Ken telah berhasil menggunakan Hadouken atau tinju Hadou, Gouken merasa masa latihan kedua muridnya itu telah mencapai klimaks. Sudah saatnya mereka meninggalkan dojo, namun sebelum itu keduanya harus bertarung dengan seluruh teknik dan salah satu harus muncul sebagai pemenang. Saat pertarungan itu tiba-tiba saja aura gelap menyelimuti tubuh Ryu. Ternyata Ryu mulai dikuasai oleh Satsui no Hadou. Namun sebelum Ryu berhasil melontarkan Hadouken miliknya, Ken membuatnya pingsan dengan Shoryuuken api miliknya. Meski cedera, untungnya nyawa Ryu masih selamat.
Setelah ujian akhir itu Gouken merasa jika kedua muridnya sudah cukup dewasa dan siap. Sudah waktunya bagi Ryu dan Ken memilih takdir mereka masing-masing. Meski berat, Gouken melepas keduanya. Dojo Atsatsuken tidak akan lagi sama, namun petualangan baru menunggu Ryu dan Ken sebagai pewaris aliran Ansatsuken yang baru.
IMPRESI AKHIR
Sebagai film yang dibuat oleh sutradara non Jepang, SFAF terbilang memuaskan. Jalan cerita yang otentik dan karakter yang dibuat semirip mungkin membuat film ini sangat direkomendasikan. Penonton juga disuguhi jurus-jurus khas seperti Hadouken, Shouryuuken dan Tatsumaki Senpuukyaku. Bahkan jurus dari seri game terbarunya (Street Fighter IV) seperti Metsu Hadouken dan Koushouken tampil apik disini. Ini jelas sebuah lompatan besar karena jurus-jurus tersebut tidak pernah tampil dalam live action manapun.
Melihat kesuksesan SFAF, Joey Ansah selaku sutradara memberikan informasi jika sekuel dari film ini tengah dalam pengerjaan. Rencananya karakter baru seperti Guile dan Chun-Li akan menemani aksi Ryu dan Ken. Jalan cerita film akan mengambil langsung dari sekuel gamenya yaitu Street Fighter II: The World Warrior. Walau jadwal rilis masih sangat lama yaitu 2015 atau 2016, namun film tersebut sangat layak ditunggu. (Indoshotokan)