Kemarahan Jokowi dan Ketergantungan Indonesia pada Bank Dunia

Presiden Joko Widodo menyerang Bank Dunia dan ADB terkait ketidakadilan tatanan perekonomian dunia. Faktanya, Indonesia masih sangat tergantung pada Bank Dunia dan ADB untuk pendanaan proyek-proyeknya.

Saat memberikan sambutan pada Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Jakarta Convention Center (JCC) pada Rabu, 22 April lalu, Jokowi melontarkan kritikannya kepada sejumlah lembaga multilateral, termasuk Bank Dunia dan ADB.
Jokowi mengatakan, sistem keuangan global harus direformasi. Sistem keuangan global harus memberikan pengakuan dan ruang bagi kekuatan-kekuatan ekonomi baru, serta membuang anggapan bahwa masalah ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, ataupun ADB.
"Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya bisa diselesaikan oleh Bank Dunia, IMF, dan ADB adalah pandangan usang yang perlu dibuang," tegas Presiden Jokowi.
Presiden menegaskan, pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan hanya kepada tiga lembaga keuangan internasional itu dan negara-negara Asia Afrika wajib membangun sebuah tatanan ekonomi dunia baru yang terbuka bagi kekuatan-kekuatan ekonomi baru.
"Kita mendesak dilakukannya reformasi arsitektur keuangan global untuk menghilangkan dominasi kelompok negara atas negara-negara lain," katanya.
Mengkritik Bank Dunia, tapi sejatinya Indonesia masih sangat bergantung pada lembaga multilateral tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Bank Dunia merupakan kreditur multilateral terbesar Indonesia. Hingga 31 Maret 2015, Bank Dunia tercatat memberikan utang sebesar Rp 182,81 triliun atau 26,2 persen dari total pinjaman luar negeri Indonesia.
Sementara kepada ADB, Indonesia memiliki utang hingga Rp 182,81 triliun atau sekitar 15,9 persen.
Hingga triwulan I-2015, Indonesia sudah menarik pinjaman dari Bank Dunia sebesar USD 48,51 juta dan Rp 620,66 miliar. Total pinjaman yang diberikan Bank Dunia pada tahun 2015 sesuai dengan APBN-P mencapai USD 428,88 juta dan Rp 5,361 triliun.
Sementara penarikan pinjaman dari ADB sudah mencapai USD 10,36 juta dan Rp 134,18 miliar. Total pinjaman dari ADB untuk tahun 2015 adalah USD 172,21 juta dan Rp 2,152 triliun.
Kementerian keuangan menjelaskan, utang dari Bank Dunia dan ADB banyak diambil karena merupakan alternatif sumber pembiayaan yang relatif murah dan jangka panjang.