Surat untuk Jokowi Ungkap Kisah Duka Terpidana Mati asal Nigeria

AMBARAWA, KOMPAS.com — Rina yang merupakan rohaniwan pendamping terpidana mati kasus narkoba asal Nigeria, Okwudily Ayotanze, membuka rahasia terakhir dari pria yang dieksekusi pada Rabu (29/4/2015) dini hari itu. Menurut Rina, Dili, sapaan akrab Okwudily Ayotanze, ternyata pernah menulis surat untuk Presiden Joko Widodo.
Namun sayangnya, hingga ajal menjemput Dili, surat itu belum sempat terbacakan. Surat itu ditulis Dili pada tanggal 22 Maret 2015, saat dia mengetahui dirinya masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi. Surat sebanyak empat halaman kertas folio itu diberinya judul "God Bless Indonesia".
"Dia menulis surat itu pada tanggal 22 Maret saat mendengar namanya masuk list eksekusi, tetapi baru dia berikan ke saya kemarin," kata Rina, yang juga merupakan pendiri Panti Asuhan Eklesia di Ambarawa, tempat jenazah Dili disemayamkan, Rabu (29/4/2015).
Dalam surat itu, Dili menuliskan kisah hidupnya yang kelam, hingga akhirnya harus mendekam di penjara Indonesia. Tidak lupa, Dili mengawali suratnya dengan menyapa Presiden Jokowi dan meminta maaf.
Seperti yang diceritakan dalam surat, pria kelahiran 18 April 1974 itu sudah menjadi yatim sejak usia 7 minggu. Oleh ibunya, Dili kemudian dibawa ke rumah neneknya dan ditinggalkan di sana hingga ia dewasa.
Tahun 1999, Dili mencoba mengadu nasib mengikuti saudara iparnya yang berbisnis garmen di Indonesia. Lalu, mulailah dia membantu bisnis garmen saudaranya itu. Namun, pekerjaan itu tidak mudah sehingga, dengan sisa uang Rp 1 juta, ia mulai memberanikan diri berjualan baju dan celana.
Dili membeli pakaian di Pasar Tanah Abang, kemudian menjualnya secara keliling mendatangi pembeli. Dia pun tinggal di penginapan yang akhirnya bisa dijadikan show room.
Awalnya, semua berjalan lancar. Namun pada bulan Desember 2000, ia memiliki utang Rp 7,5 juta kepada seseorang bernama Robert yang juga pernah membantunya. Dia kemudian bertemu warga Nigeria lain yang mengaku akan memberikan pekerjaan.
"Dia bilang, 'kalau aku ke Pakistan, ada yang aku bawa, mau dikasih Rp 20 juta setelah pulang'," ujar Rina menirukan Dili.
Dari situlah semua bencana itu datang. Di Pakistan, ternyata paspor miliknya ditahan, dan ia dipaksa menelan sejumlah pil. Jika menolak, maka paspornya ditahan, dan dia tidak bisa pulang.
Pil itu ternyata berisi heroin yang disamarkan. Ia pun ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Januari tahun 2001.
"Dili itu bukan berawal dari pemakai," kata Rina.

Related Posts :