Budaya Corat Coret Seragam Usai Pengumuman Kelulusan UN

Budaya Corat Coret Seragam Usai Pengumuman Kelulusan UN


Kemarin, tepatnya tanggal 26 Mei 2012 merupakan hari yang sangat di tunggu tunggu oleh sejumlah pelajar tinggat SMA/MA di senatero Negeri ini,  Indonesia tepatnya, kenapa tidak, karena pada tanggal 26 Mei 2012 merupakan hari dimana pengumuman hasil kelulusan Ujian Nasional (UN) Tingkat SMU/MA di Umumkan serentak di seluruh Indonesia.
Saya Ucapkan Selamat kepada seluruh Pelajar yang Lulus Ujian Nasional dan telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas nya dengan baik.
Tetapi ada beberapa hal yang sangat disayangkan yang dilakukan oleh pelajar di saat mereka dinyatakan lulus oleh pihak sekolahnya, dimana budaya Coret menyoret baju masih saya terjadi di negeri ini.
Apa sih sebenarnya yang terlintas di benak mereka ketika mereka di nyatakan lulus sebagai peserta Ujian Nasional?
Tradisi corat coret seragam hingga mengecat rambut segala yang dilakukan oleh para pelajar tingkat SMA/SMK setelah pengumuman kelulusan Ujian Nasional (UN), seolah menjadi budaya yang terus menerus dilestarikan  di hampir seluruh pelosok tanah air ini. Bukan cuman dikalangan Siswa SMA/SMK saja, malah sudah banyak dicontoh oleh kalangan siswa SMP dan lebih parah lagi murid SD. MasyaAllah…
Tradisi Corat-Coret adalah Budaya Kebablasan
Tradisi Corat-Coret adalah Budaya Kebablasan
Tradisi Corat-Coret adalah Budaya Kebablasan
Perlu disadari bahwa tradisi itu sebenarnya sudah mencerminkan kita sebagai generasi yang penuh dengan sifat hura-hura dan tidak mempedulikan orang lain. Bukankah lebih baik baju seragam itu dikumpulkan dan nantinya disumbangkan kepada adik kelas atau mereka yang lebih membutuhkan?
Kebiasaan corat-coret seragam kerap berlanjut dengan kegiatan konvoi sepeda motor di jalan raya. Hal ini meninggalkan kesan yang berlebihan dalam meluapkan kegembiraan.
Bagi sebagian orang, memang perlu melepaskan ekspersi setelah sekian bulan waktu fokus belajar, ikut bimbingan belajar dan sebagainya. Namun, tidak mesti melepaskan ekspresi dengan kebablasan seperti corat-coret dan konvoi di jalanan yang dapat membahayakan nyawa sendiri maupun orang lain.
Alangkah baiknya aksi hura-hura sejenak itu diganti dengan kegiatan yang lebih positif, misalnya tetap menggelar adegan corat-coret, tetapi di atas kain putih sepanjang 15 meter. Nantinya, spanduk penuh dengan tanda tangan siswa itu akan dipajang di sekolah. Ataukah menggelar acara menari bersama di lapangan sekolah. Yang menjadi pertanyaan, sampai kapan tradisi corat-coret baju ini bisa dihilangkan? Pekerjaan berat bagi Guru…… terutama saya tentunya…